Wednesday, August 1, 2012

makalah transmigrasi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk terpadat setelah Cina, India, Uni Sofyet, dan Amerika Serikat. Dari seluruh jumlah penduduk Indoensia, 60% nya tinggal di pulau Jawa dan Madura yang luasnya hanya 7% dari luas daerah Indonesia. Oleh karena itu, ada upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Upaya yang dilakukan adalah transmigrasi (Ismawan dalam Swasono;1986).
Transmigrasi penduduk tersebut sudah dikenal sejak tahun 1905, pada masa pendudukan Belanda. Desa Gedong Tataan di Lampung merupakan basis pertama kolonisasi petani Jawa di daerah luar pulau Jawa (Sayogyo dalam Swasono;1986). Transimgarasi mempunyai arti sebagai perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menetap yang berguna dalam kepentingan pembangunan nasional yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang (Munir dalam Swasono;1986).
Ada dua macam transmigrasi, yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa. Transmigrasi umum adalah transmigrasi yang sepenuh biayanya ditanggung oleh pemerintah (Swasono;1986). Sedangkan transmigrasi swakarsa secara harfiah adalah transmigrasi yang dilaksanakan atas dorongan sendiri, dengan kemauan dan biaya ditanggung sendiri, berpindah dari daerah asal dan menetap di daerah transmigrasi (Warsito et.al;1995). Transmigrasi merupakan tumpuan harapan bagi berbagai pihak, tidak lagi menjadi tumpuan bagi petani kecil saja (Swasono, 1986).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah transmigrasi yang terjadi di Indonesia?
2.      Bagaimanakah pola transmigrasi yang berjalan di Indoensia?
3.      Bagaimanakah pengaruh transmigrasi penduduk terhadap daerah transimigrasi di Indonesia?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui bagaimana transmigrasi swakarsa yang terjadi di Indonesia.
2.      Mengetahui pola transmigrasi swakarsa yang terjadi di Indoensia.
3.      Mengetahui pengaruh transmigrasi penduduk terhadap daerah transmigrasi di Indonesia.
BAB II
TRANSMIGRASI
Transmigrasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan. Titik pusat penyelenggaraan transmigarasi adalah manusia. Program pelaksanaan transmigrasi memungkinkan untuk melaksanakan pemerataan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial kepada golongan penduduk yang selama ini tidak terjamah oleh fasilitas-fasilitas sosial tersebut. Transmigrasi juga berfungsi untuk mempercepat perubahan pengelompokan dan penggolongan manusia dan membentuk jalinan hubungan sosial dan interaksi sosial yang baru (Martono dalam Swasono;1986).
Sedangkan menurut Heeren (1979), “transmigrasi ialah perpindahan, dalam hal ini memindahkan orang dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya dalam batas Negara dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk tercapainya penyebaran penduduk yang lebih seimbang”.
Transimgrasi membantu pemerintah dalam pengembangan daerah. Daerah yang dibangun dalam transmigrasi adalah daerah asal dan daerah tujuan. Di daerah asal dapat dilaksanakan program pembangunan yaitu pelaksanaan landreform[1]secara konsekuen, pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, pelestarian alam dan lingkungan hidup, perubahan pola usaha tani, pencegahan korban-korban bencana alam, pengurangan kepadatan penduduk, dan pengurangan urbanisasi. Sedangkan di daerah tujuan dapat dilaksanakan program penambahan tenaga pembangunan, perubahan dana-dana dan sarana pembangunan, transfer teknologi, pelaksanaan landreform secara konsekuen, pembudidayaan potensi alam, dan pembaharuan pola hidup (Martono dalam Swasono;1986).
Transmigrasi umum ditanggung oleh pemerintah, dimulai dari pendaftaran, dan seleksi hingga tempat tinggal transmigran. Pada tahun 1956, pemerintah memberikan pinjaman kepada transmigran. Pada  delapan bulan awal, mereka mendapatkan pangan dan sandang dari pemerintah, namun mereka membayar pinjaman tersebut selama 3 tahun.
Salah satu pola transmigrasi yang berjalan di Indonesia adalah transmigrasi swakarsa. Ciri-ciri dari transmigrasi swakarsa adalah sebagai berikut (Sujarwadi dalam Warsito et.al;1995):
1.      Pemilihan tanah harus sesuai dengan ketentuan pemerintah
2.      Perpindahan transmigran swakrsa/spontan harus sesuai dengan kebijakan kependudukan dan pembangunan.
3.      Tersedianya sumber penghidupan yang tetap dan lebih baik serta menjamin masa depan generasi berikutnya di daerah tujuan.
4.      Keputusan untuk bertransmigrasi diambil atas dasar kemauan sendiri dan keyakinan akan hidup yang lebih baik di daerah transmigrasi.
5.      Transmigran yang bersangkutan menyadari keberhasilan hidupnya di daerah transmigrasi menjadi tanggung jawabnya sendiri.
6.      Penyediaan sarana dan prasarana diatur oleh pemerintah.
Pada transmigrasi swakarsa diharapkan penduduk yang bertransmigrasi bisa merasakan kesejahteraan. Kesejahteraan tidak hanya dalam aspek ekonomi saja, akan tetapi juga dalam aspek sosial budaya. Terciptanya suasana yang aman dan tenteram, semakin mantapnya kewaspadaan masyarakat dalam menanggulangi setiap ancaman merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan (Mutalib dalam Swasono;1986).
Keberhasilan transmigran swakarsa disebabkan oleh akal daya dan kewiraswataan mereka yang memungkinkan mereka melihat dan memanfaatkan kesempatan-kesempatan guna memperbaiki hidup mereka (Hardjono;1982b dalam Warsito et.al;1995).
Adanya transmigrasi swakarsa ini didorong oleh faktor menyempitnya lapangan pekerjaan di bidang pertanian di Jawa. Sedangkan di daerah tujuan, lahannya luas ,subur, mudah diolah dan relatif murah. Selain itu, faktor pendukung adanya transmigrasi adalah karena usaha yang dilakukan diluar sektor pertanian tidak dapat memperbaiki kehidupannya karena tidak sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Hal tersebut mendorong mereka untuk berpindah ke daerah luar Jawa.
BAB II
POLA TRANSMIGRASI
Menurut Sujarwadi dalam Warsito et.al (1995) variabel yang digunakan untuk menentukan pola-pola transmigrasi swakarsa adalah menurut bidang usahanya, menurut pembiayaannya, dan menurut tipe dan lokasi.
1.      Menurut bidang usaha
1.      Pola usaha tani tanaman pangan, yang terdiri atas pertanian keluarga dan pertanian perusahaan.
2.      Pola usaha perkebunan, terdiri atas perkebunan rakyat perorangan dan koperasi serta perkebunan inti.
3.      Pola usaha peternakan rakyat perorangan dan koperasi, ranch/inti.
4.      Pola usaa perikanan terdiri atas penangkapan ikan di laut dan budidaya ikan di air tawar.
5.      Pola usaha industri/kerajinan rakyat dan industri kecil/ringan.
6.      Munurut pembiayaannya
1.      Dibiayai dengan APBN, terbatas untuk kegiatan instansi pemerintah yang bersifat bantuan.
2.      Non APBN:
1.      Dibiayai transmigran yang bersangkutan atau orang/badan yang mensponsori.
2.      Dalam hal transmigrasi swakarsa yang berkaitan dengan program investasi, biaya diperoleh dari lembaga/perusahaan yang bersangkutan, perbankan atau dan lembaga-lembaga keuangan lainnya.
3.      APBD, dibiayai dari anggaran pemerintah daerah asal atau daerah transmigrasi.
4.      Menurut tipe dan lokasi
1.      Transmigrasi susulan keluarga/kenalan yang telah bermukim sebelumnya.
2.      Transmigrasi swakarsa penunjang pembangunan daerah.
3.      Transmigrasi penunjang investasi perusahaan.
Pada transmigrasi swakarsa pemerintah tidak menanggung biaya perpindahan transmigran, tetapi harus menyediakan prasarana dan sarana proyek pemukiman termasuk tanah.
BAB IV
PENGARUH  TRANSMIGRASI TERHADAP DAERAH TRANSMIGRASI
Transmigrasi diharapkan tercapainya keseimbangan penyebaran penduduk sesuai dengan daya tampung sosial, agraris dan ekologis. Daya tampung sosial adalah jumlah yang dapat ditampung di suatu daerah tanpa menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang berarti (Heeren, 1979). Pada proyek-proyek transmigrasi tertentu beberapa konflik antara transmigran dan penduduk asli telah terjadi, bahkan diantaranya telah terjadi pertumpahan darah (Kompas, 1976 dalam Heeren, 1979).
Dengan pola apapun dilaksanakannya transmigrasi, benturan atau konflik akan tetap terjadi. Diantaranya adalah adanya benturan budaya antara yang asli dan pendatang. Permasalahan ini adalah permasalahan berat yang tidak mungkin dihindari (Wirosardjono dalam Swasono;1986). Penduduk asli memiliki berbagai sikap terhadap transmigran, ada sikap yang senang menerima pendatang dan ada yang tidak menyukai kedatangan transmigran. Contohnya adalah masalah transmigrasi di Lampung yaitu antara transmigran Jawa dengan penduduk asli. Penduduk Lampung menghina penduduk jawa yang miskin, sedangkan masyarakat Jawa jarang atau hampir tidak pernah melakukan kontak dengan masyarakat lampung (Heeren, 1979).
Adanya sengketa tanah yang terjadi antara penduduk asli dan pendatang dan antar sesama transmigran merupakan salah satu masalah lain yang timbul akibat transmigrasi (Kustadi dalam Warsito et.al;1995). Contohnya di Luwu, penduduk asli merasa dirugikan karena kehilangan hak atas bidang-bidang tanah tertentu. Ada juga kasus lainnya, penduduk asli mendapatkan tanah pengganti yang jauh dari desa (Heeren, 1979). Akibat transmigrasi penduduk, daerah transmigrasi semakin padat karena membanjirnya transmigran. Selain itu, letak daerah transmigran yang terpencil sehingga sulit untuk dicapai, dan hasrat penduduk yang ingin bertransmigrasi menjadi masalah di daerah asal sehingga penduduk tersebut cenderung menggunakan calo.
Penduduk asli merasakan perasaan iri, karena fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada transmigran, tetapi tidak pernah diberikan oleh pemerintah kepada penduduk asli. Penduduk merasa tidak enak dengan adanya transmigran. Dengan adanya transmigran, mereka akan menjadi minoritas didaerah mereka sendiri (Heeren, 1979).
Di daerah luar Jawa, umumnya para petani masih menggunakan sistem ladang berpindah yang membutuhkan lahan yang luas. Seharusnya mereka merubah cara berpikir mereka dalam sistem bertani. Namun, adat istiadat yang masih dipegang teguh menghambat kemerdekaan berpikir mereka. Oleh sebab itu, mereka tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan mereka mulai menjual harta-harta pusaka mereka yang berupa tanah kepada orang-orang di kota dan transmigran. Akibatnya, mereka tidak lagi punya usaha dan pergi dari kampungnya. Mereka mencari pekerjaan lain, diantaranya bekerja diperusahaan-perusahaan pertanian. Namun, mereka kalah saing karena pendatang baru sudah terbiasa dalam menggunakan alat-alat modern. Banyak diantara mereka yang menjadi pengangguran yang mengakibatkan peningkatan kriminalitas.[2]
Bertambahnya penduduk daerah tujuan transmigrasi mengakibatkan kurangnya rasa gotong royong dan kekompakan penduduknya. Bila diadakan pemilihan kepala desa akan merugikan penduduk asli karena mereka masih menggunakan sistem kesukuan. Mereka mengajukan calon di tiap-tiap suku, sedangkan penduduk asal Jawa mengajukan satu calon.3[3]
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
. Pola-pola transmigrasi dilihat dari tiga variable yaitu menurut bidang usaha, pembiayaan dan tipe dan lokasi.
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan transmigrasi adalah adanya benturan budaya yang terjadi antara daerah asli dengan pendatang, adanya persengketaan tanah antara penduduk asli dan pendatang, pertambahan jumlah penduduk yang pada awalnya hanya sedikit, menjadi lebih padat.
3.2 SARAN
Dengan adanya penulisan makalah ini, diberikan saran yaitu memberikan perhatian terhadap daerah-daerah transmigrasi sehingga tercapainya tujuan pemerintah yaitu adanya keseimbangan jumlah penduduk, perluasan kesempatan pekerjaan dan pendidikan. Selain itu, saran penulis agar makalah ini bisa dilanjutkan sebagai bahan penelitian.

0 komentar:

Post a Comment